“Jika datang kepada kalian lelaki yang baik agamanya (untuk melamar), maka nikahkanlah ia. Jika kalian tidak melakukannya, niscaya akan terjadi fitnah dan kerusakan besar di muka bumi”
(HR. Tirmidzi, Ibnu Majah)
(HR. Tirmidzi, Ibnu Majah)
Lalu bagaimana jikalau lelaki yang sholeh tersebut belum mempunyai pekerjaan tetap, tetapi mantap melamar seorang wanita untuk dijadikan istrinya?
Iya, yes...dilihat dulu lelakinya ganteng apa nggak? Anak orang Tajir nggak? *gubrak, lalu kejengkang, abaikan bersitan hati wanita matre itu*
Menjalankan perintah hadis kok pakai prasyarat, macam sayambara kuis saja..syarat dan kondisi berlaku. Syarat ganteng dan tajirnya itu ya catet, masa iya sih bisa bikin bahagia-sentosa sebuah pernikahan??..*melototin berita infotemen artis2 cantik dan ganteng selangit yang bergiliran cerai tiap bulan*
Dapat dibayangkan, wanita yang berada pada posisi ini pasti galau menjalani hari, antara menolak atau menerima..
Menerima artinya nekad..
Menolak artinya tidak yakin dengan janji Alloh tentang takdir rezki yang sudah akan diberi, dan kalimat akhir pada hadis diatas yang berbunyi "niscaya akan terjadi fitnah dan kerusakan besar di muka bumi"..bikin ngeri dengarnya... nah loh??
Tetapi mau makan apa natinya Ya Alloh, lalu kalau punya anak nanti bagaimana nasibnya, saya butuh beli baju baru, punya rumah dan sebagainya..*tetap takdir rezki masih dipertanyakan, tanda iman belom mantap*.
Kalau sudah begini pasrah adalah solusi akhir, banyak berdoa dalam istikharoh "Jikalau dia baik, dekatkan lah..Dan jika, dia tidak baik, maka jauhkan lah"..
Doa dan sholat Istikharoh sudah dijalankan, dilanjutkan dengan ikhtiar :
Mulai dari beli majalah UMMI, eh tiba-tiba menemukan artikel dengan judul "Tetap bekerja atau mempunyai pekerjaan tetap" di dalam artikel tersebut si penulis menceritakan tentang kisah nyata seorang temannya yang menikah dengan lelaki yang sudah mapan secara finansial dan mempunyai jabatan disebuah perusahan swasta. Beberapa tahun kemudian lelaki ini terkena PHK dari perusahan dia bekerja. Dikisahkan dalam artikel tersebut rumah tangga ini berakhir tragis, karena sebelumnya lelaki tersebut sudah terlanjur enak dengan pekerjaannya, ketika menggalami kejadian ini, dia tidak tahu memulai dari mana melangkah?.
Gambaran kedua untuk lelaki yang tetap bekerja, si penulis bercerita bahwa lelaki ini, terbiasa berdagang, mencari peluang-peluang bisnis yang bisa mendatangkan keuntungan..Kehidupanya benar-benar berspkekulasi, jadi susah-senang sudah biasa dialami, dia tahu apa yang harus dilakukan saat jatuh. Kesuksesan adalah hasil akhir dari proses kesabaran dan kerja keras.
Kemantapan hati bisa datang dari mana saja, hatta dari sebuah artikel majalah bekas yang ditemukan di jalan..
Semakin diintai, semakin membuat penasaran dengan sosoknya..
Lalu dimulai dengan investigasi ke orang-orang terdekatnya, dengan hasil testimoni yang memukau :
"Dia pintar, selalu rangking satu di SMA" kata teman SMAnya.
"Dia rajin bantu ibunya sebelum berangkat kuliah" kata tetangganya.
"Dia tidak pernah minta uang saku dari orang tuanya dan membiayai uang kuliahnya sendiri" kata temannya.
"Dia jarang dirumah, aktif di yayasan yang dibikinya untuk membantu masyarakat dilingkunagan rumahnya" kata teman seorganisasinya.
"Dia rajin bantu ibunya sebelum berangkat kuliah" kata tetangganya.
"Dia tidak pernah minta uang saku dari orang tuanya dan membiayai uang kuliahnya sendiri" kata temannya.
"Dia jarang dirumah, aktif di yayasan yang dibikinya untuk membantu masyarakat dilingkunagan rumahnya" kata teman seorganisasinya.
Sebagai seorang muslim dia taat pada Rabbnya.
Sebagai seorang anak, dia juga berbakti pada kedua orangtuanya.
Pun sebagai manusia, tingkat kepedulian sosialnya tak usah diragukan lagi. Waktu dan tenaganya banyak dihabiskan untuk kerja-kerja sosial.
Kalau lah karena belum mempunyai pekerjaan tetap menjadi alasan untuk menolaknya, betapa murkanya saya menolak lelaki sholeh tersebut.
Eciye, pengalaman pribadi toh,..
Jadi ngalor-ngidul ngomongin hadis diatas itu sebenarnya ending masuknya tuh mau nulis kilas balik 10 tahun lalu...
Hari-hari dimana kegundahan hati saya diuji antara menerima atau menolak pinangan seorang pria yang konon katanya sholeh namun belom mempunyai pekerjaan tetap.
17 agustus 2003,
Pria sholeh tadi datang meminang ke orangtua saya, setelah melewati proses taaruf.
Oktober 2003,
Saya dinyatakan lulus sidang skripsi dengan hasil memuaskan.
21 Desember 2003,
Hari bersejarah untuk kita berdua...kegundahan hati untuk menerima pinangannya usai sudah dengan prosesi ijab-qabul yang diucapkan olehnya. Kemandiriannya, keuletannya dan ketaqwaannya lah yang memantapkan saya untuk menerima pinangannya. Bukan karena gantengnya atau tajirnya.
Tahun pertama pernikahan adalah tahun terberat untuk kita berdua...
Sebagai seorang anak saya belum bisa membuktikan kepada kedua orangtua, bahwa kita bahagia dengan pilihan ini.
Menikah muda dan suami tak punya pekerjaan tetap...
Jangan tanya bagaimana hari-hari saya lalui sebagai seorang istri?? Banyak drama-drama yang menguras air mata, pada tahun pertama pernikaha kita.
Dan cukuplah itu menjadi kenangan pahit untuk kita berdua.
Betapa berat hari-hari saya lalui..melihat teman yang sudah mapan kehidupan rumah-tangganya bikin saya merebes mili melihatnya.
Janji Alloh pasti, saya yakin dengan statmen 'jika kita sudah bekerja ikhlas dam memberikan kualitas kerja yang baik dan ternyata manusia hanya memberikan kita upah 30% dari hasil kerja 100% kita, maka Alloh lah yang mencukupi 70% tersebut...pasti..pasti..pasti
Saya pun masih tak percaya, bisa melewati itu semua.
Saya yang anak manja, terbiasa dilayani dari kecil oleh orangtua..tapi bisa kuat menerima ujian-ujian besar selama menjalani pernikahan ini *prestasi besar buat saya, mari tepuk tangan*
Kalau dipikir-pikir kenapa saya harus berjodoh dengannya...itu semata-mata karena Alloh pilihkan dia untuk menutupi kekurangan saya.
Saya manja, dia mandiri.
Saya kikir, dia dermawan.
Saya malas, dia pekerja keras.
Saya galak, dia baik ga bisa marah.
Saya ga sabaran, dia sabar seluas samudra.
Saya banyak ngomong, dia ngomong seperlunya.
Sepuluh tahun sudah, my beloved husband menjadi guru kehidupan yang senantiasa mengajari saya dengan keteladan...tidak banyak nasihat yang keluar dari mulutnya untuk memperbaiki kekurangan saya, namun tindakan nyata yang selalu membuat saya berdecap kagum..
Love...love...love you, pemimpin kami.
0 komentar:
Post a Comment