Saat ini, anak saya yang pertama "Abid" sudah kelas satu di SDIT Darul Quran Mulia-Puspitek dan adeknya "Annida" bersekolah ditempat yang sama juga, tapi masih di tingkat taman kanak-kanak. Dari dahulu hingga sekarang, sekolah adalah tempat yang saya kurang sukai, makanya abid-nida pernah tidak sekolah aka homescholling saja. Lalu kenapa akhirnya abid-nida di sekolahkan? itu karena mereka tidak bayaran di tempat yang sekarang, ada fasilitas gratis dari tempat kami ngajar buat anak. Alesan selanjutnya selain gratisannya adalah si abi aka bapaknya anak-anak di amanahkan untuk mengurus kurikulum dan pengajaran *karena saya dan abi punya satu visi dengan sistem pendidikan yang ideal itu harus fun learning*..maka dengan hati yang lapang sekolahlah mereka.
Setiap anak mempunyai potensi masing-masing.
Yang pernah membaca buku "Sekolah para Juara" pernah dengar cerita sekolah para binatang ? semua binatang dalam sekolah ini, harus mempunyai kemampuan yang sama. Jadi, setiap murid harus mengikuti mata pelajaran terbang, berlari, berenag dan memanjat. Sampai suatu ketika datanglah murid bernama kelinci, ketika mengikuti kelas berenang, kelinci ini hampir tenggelam. Dan dilanjutkan dengan binatang lain yang semuanya mempunyai kendala yang sama tanpa diberi kesempatan untuk menunjukan prestasi dalam bidang keahliannya masing-masing.
Itulah gambaran sekolah..setiap anak harus dipaksa bisa menulis, berhitung dan menghapal..bagaimana nasib anak yang senang olahraga dan menyanyi? *ada sih matapelajaran olahraga dan kesenian* tapi tidak menjadi prioritas pengukur kecerdasan..tetap saja yang menjadi juara kelas di sekolah harus anak yang matimatikanya 100, hafalan pengetahuan 100, menulis dan membaca lancar.
Saya, sangat percaya sekolah bukanya tempat seseorang menjadi sukses di masa depan. Kita sebut saja, Bob sadino, beliau sukses dengan 'kemchicknya' bukan karena belajar bisnis di sebuah universitas, pun David beckam yang jago bola itu, bisa punya penghasilan ber-Em-Em hanya dari hasil nendang bola di lapangan, atau Andrea Hirata yang tersohor karenan novel Laskar pelanginya, tersohor seIndonesia bukan karena lulusan dari UInya tapi bakat nulisnya. Masih banyak orang-orang hebat lainnya kalau saya sebut satu-persatu tidak akan ada habisnya..Untuk itulah, dan dari pada begitulah, makanya saya tidak pernah memaksa anak saya untuk sesuai 'kehendak ibu'..manalah seorang ibu kalau lagi ngumpul jiwa kompetitifnya muncul 'eh anak gua 3 tahun dah bisa baca', belom lagi ibu satu nyeletuk 'anak gua disekolahnya, UN matimatika dapet 100'...bikin kepala pusiangg kalau mau ikut-ikutan kompetitif.
Sebelum saya terjun menjadi guru, saya salah ikut seminar..jadinya kayak gini deh..terlalu permisiv (serba membolehkan) dengan murid-murid. Salah satu permisiv saya, yang sampai sekarang jadi guyonan mereka ke teman-temannya adalah kalkulator..guru lain melarang keras semua murid pakai kalkulator buat hitung-hitungan, kalau saya justru menyuruh mereka bawa, supaya cepat ngitungnya..sambil polos saya katakan ke mereka "kasihan penemu kalkulator, dah cape-cape nemuin nggak dipakai" sekelas ketawa cekekekan.hkhkhk..saya juga selalu permisif kalau ada murid saya bentar-bentar ijin untuk rapat OSIS, menurut saya rapat toh juga sebagai sarana pembelajaran mereka bukan? atau saya juga permisif kalau ada murid saya ijin ada ujian taekondo, de,el,el..
Jadi saya katakan ke mahasiswa saya sekarang "dulu di sekolah kalian malas belajar, tak masalah..ibu maklumi, mungkin kata hati mu mengatakan -ini bukan dunia saya, saya senang di lapangan basket atau saya lebih nyaman di studio musik sambil megang gitar, atau ada yang mengatakan lagi melukis adalah passion saya..tapi ortu saya menuntut saya ada di ruangan kelas ini"..hmmm...ya nasib namanya tuntutan pemerintah yang mewajibkan ortu untuk menyekolahkan anak-anaknya dengan tagline wajib belajar 6 tahunnya..terima nasib saja..etapi sekarang, di kelas ini kalian sudah sebagai mahasiswa dan permisif saya itu sudah tak berlaku lagi kawan, kewajiban ortumu mengatur sebatas di SMA, pilihan kuliah lebih beragam daripada sekolah yang hanya mengkotakkan IPA dan IPS..di bangku kuliah banyak ragam yang bisa kalian ambil sesuai passionmu..jadi kalau kalian sudah ada di kelas akuntansi ibu, dan kalian katakan males belajar akuntansi, tak jewer kupingmu nak, silakan keluar kelas, mumpung baru semester satu..jangan habiskan uang ibumu dengan percuma tapinya dirimu tak menekuni pelajaran".
Seminar-seminar yang selalu saya ikuti selalu saja tak sejalan dengan prinsip sekolahan, ditambah dapat teman-teman yang suka meracunihomeschooling, jadilah kegalauan saya terhadap sekolah meningkat. Kalau anak-anak saya saat ini sekolah, saya tak mengharap mereka harus jadi bintang kelas, saya hanya ingin mereka terampil, bukannya pintar. Abid masih senang dengan pasiionnya melukis, saya tak pernah memaksa dia mengerjakan PR kalau dia capek, belajarpun baru saya ajarin kalau dia minta..seorang abid di usianya yang masih 7 tahun memang belajar harusnya dari apa yang dilihat..
Apakah dengan begitu akan membiasakan anak untuk tidak bertanggungjawab dengan tidak mengerjakan PR?? melatih tanggungjawab tidak sama dengan memberi beban berat..melatih tanggungjawab ala saya adalah harus merapihkan mainan kalau habis main dan jaga adek kalau ibu lagi masak..
Belajar sambil bermain itulah yang pantas untuk anak seusia abid.
Saya pernah nonton sebuah acara di NET TV *semoga selalu konsisten dengan misinya untuk tidak mengumbar gosip dan bad news* jadi di acara tersebut menampilkan sebuah sekolah dasar di australia dimana proses belajarnya dengan gadget. Setiap anak megang tablet masing-masing -kalau SD di negara kita pelajaran TIKnya sekedar mengenal fungsi komputer, disana selangkah lebih maju, gadget digunakan sebagai sarana proyek mereka buat bikin film komedi, berita, wawancara, dll..canggihkan..kalau kita mah proyek-proyek tersebut biasanya didapatkan saat mereka kuliah, ini bocah sd proyeknya kayak gitu, jadi sangat wajar ya kalau mereka sudah kuliah mainannya bikin proyek yang lebih besar membahana yaitu membuat aplikasi, bikin handpone, bikin situs,and so on..*Ahh, kapan ya sistem pendidikan kita bisa maju seperti mereka*.."Semoga periode mendatang Indonesia di anugrahkan oleh semesta seorang Mentri pendidikan yang sholeh, pintar dan benar-benar mengerti dunia pendidikan."
Benci sekolah bukan berarti benci ilmu, ya teman...
menurut saya ilmu bisa di dapatkan dimana saja, bukan hanya di sekolah..
sekolah hanya sebuah fasilitas belajar mencari ilmu...
Sebelum saya terjun menjadi guru, saya salah ikut seminar..jadinya kayak gini deh..terlalu permisiv (serba membolehkan) dengan murid-murid. Salah satu permisiv saya, yang sampai sekarang jadi guyonan mereka ke teman-temannya adalah kalkulator..guru lain melarang keras semua murid pakai kalkulator buat hitung-hitungan, kalau saya justru menyuruh mereka bawa, supaya cepat ngitungnya..sambil polos saya katakan ke mereka "kasihan penemu kalkulator, dah cape-cape nemuin nggak dipakai" sekelas ketawa cekekekan.hkhkhk..saya juga selalu permisif kalau ada murid saya bentar-bentar ijin untuk rapat OSIS, menurut saya rapat toh juga sebagai sarana pembelajaran mereka bukan? atau saya juga permisif kalau ada murid saya ijin ada ujian taekondo, de,el,el..
Jadi saya katakan ke mahasiswa saya sekarang "dulu di sekolah kalian malas belajar, tak masalah..ibu maklumi, mungkin kata hati mu mengatakan -ini bukan dunia saya, saya senang di lapangan basket atau saya lebih nyaman di studio musik sambil megang gitar, atau ada yang mengatakan lagi melukis adalah passion saya..tapi ortu saya menuntut saya ada di ruangan kelas ini"..hmmm...ya nasib namanya tuntutan pemerintah yang mewajibkan ortu untuk menyekolahkan anak-anaknya dengan tagline wajib belajar 6 tahunnya..terima nasib saja..etapi sekarang, di kelas ini kalian sudah sebagai mahasiswa dan permisif saya itu sudah tak berlaku lagi kawan, kewajiban ortumu mengatur sebatas di SMA, pilihan kuliah lebih beragam daripada sekolah yang hanya mengkotakkan IPA dan IPS..di bangku kuliah banyak ragam yang bisa kalian ambil sesuai passionmu..jadi kalau kalian sudah ada di kelas akuntansi ibu, dan kalian katakan males belajar akuntansi, tak jewer kupingmu nak, silakan keluar kelas, mumpung baru semester satu..jangan habiskan uang ibumu dengan percuma tapinya dirimu tak menekuni pelajaran".
Seminar-seminar yang selalu saya ikuti selalu saja tak sejalan dengan prinsip sekolahan, ditambah dapat teman-teman yang suka meracuni
Apakah dengan begitu akan membiasakan anak untuk tidak bertanggungjawab dengan tidak mengerjakan PR?? melatih tanggungjawab tidak sama dengan memberi beban berat..melatih tanggungjawab ala saya adalah harus merapihkan mainan kalau habis main dan jaga adek kalau ibu lagi masak..
Belajar sambil bermain itulah yang pantas untuk anak seusia abid.
Saya pernah nonton sebuah acara di NET TV *semoga selalu konsisten dengan misinya untuk tidak mengumbar gosip dan bad news* jadi di acara tersebut menampilkan sebuah sekolah dasar di australia dimana proses belajarnya dengan gadget. Setiap anak megang tablet masing-masing -kalau SD di negara kita pelajaran TIKnya sekedar mengenal fungsi komputer, disana selangkah lebih maju, gadget digunakan sebagai sarana proyek mereka buat bikin film komedi, berita, wawancara, dll..canggihkan..kalau kita mah proyek-proyek tersebut biasanya didapatkan saat mereka kuliah, ini bocah sd proyeknya kayak gitu, jadi sangat wajar ya kalau mereka sudah kuliah mainannya bikin proyek yang lebih besar membahana yaitu membuat aplikasi, bikin handpone, bikin situs,and so on..*Ahh, kapan ya sistem pendidikan kita bisa maju seperti mereka*.."Semoga periode mendatang Indonesia di anugrahkan oleh semesta seorang Mentri pendidikan yang sholeh, pintar dan benar-benar mengerti dunia pendidikan."
Benci sekolah bukan berarti benci ilmu, ya teman...
menurut saya ilmu bisa di dapatkan dimana saja, bukan hanya di sekolah..
sekolah hanya sebuah fasilitas belajar mencari ilmu...
0 komentar:
Post a Comment